Syilvi Indrayani

Love to Teach



BAB I
PENDAHULUAN



1.1.   LATAR BELAKANG MASALAH
Sejarah memberikan arti tersendiri bagi kehidupan semesta dan umat manusia. Sejarah yang berlangsung terus dengan tidak mengenal henti itu selaras dengan gerak perubahan dan perkembangan semesta serta kehidupan di dalamnya. Pidarta (2013: 109) mendefinisikan sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep – konsep tertentu. Sejarah mencakup segala kejadian dalam alam ini, termasuk hal-hal yang dikembangkan oleh budi daya manusia.
Setiap bidang kegiatan yang dikejar manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan juga dengan bagaimana keadaan bidang itu pada masa yang lampau. Demikian juga dalam bidang pendidikan, para ahli pendidikan sebelum menangani bidang itu, terlebih dahulu mereka memeriksa sejarah tentang pendidikan baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat internasional. Untuk memahami pendidikan, ada dua istilah yang dapat mengarahkan pada pemahaman hakikat pendidikan, kata paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu pendidikan.
Pedagogik atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik (Purwanto, 2007: 3). Sejarah tentang pendidikan sendiri merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Untuk memajukan pendidikan suatu bangsa maka kita perlu mempelajari sejarah pendidikan itu sendiri, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Karena dengan mernpelajari sejarah pendidikan maka kita dapat mengetahui apa yang sudah dikerjakan oleh pendahulu kita serta hasil yang diperoleh.

1.2.   RUMUSAN MASALAH
a.       Bagaimanakah sejarah perkembangan pendidikan di dunia?
b.      Bagaimanakah sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia?

1.3.   TUJUAN PENULISAN MAKALAH
a.       Untuk mengetahui sejarah perkembangan pendidikan di dunia.
b.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN
 
2.1.   SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI DUNIA
2.1.1.      Zaman Realisme
Pidarta (2013: 111) menyatakan bahwa pada zaman Realisme pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan dunia pula. Pendidikan tidak banyak bergantung pada alam pikiran yang tertulis dalam buku, realisme menghendaki pikiran yang praktis.
2.1.2.      Zaman Rasionalisme
Paham rasionalis dengan tokohnya John Locke berkembang pada abad ke-18. Aliran ini bertujuan memberikan kekuasaan bagi manusia untuk berpikir sendiri dan bertindak untuk dirinya (Pidarta, 2013: 114). Teori John Locke yang terkenal adalah teori Tabularasa atau a blank sheet of paper (mendidik adalah menulisi kertas putih itu). Yakni mendidik seperti menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimiliknya manusia digunakan untuk membentuk penetahuannya sendiri
2.1.3.      Zaman Naturalisme
Aliran naturalis muncul pada abad ke-18 sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme. Tokohnya adalah J.J Rousseau. Naturalisme memandang anak-anak sebagai orang dewasa yang kecil. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati. Tiga asas mengajar aliran naturalis, yaitu:
§  Asas pertumbuhan, bahwa pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-anak bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka sesuai kebutuhan-kebutuhannya.
§  Asas aktivitas, bahwa dengan bekerja anak-anak menjadi aktif yang akan memberikan pengalaman yang kemudian akan menjadi pengetahuan mereka
§  Asas individualitas, maksudnya dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang menurut alamnya sendiri.
2.1.4.      Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Penganut aliran ini memandang proses pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa (Pidarta, 2013: 116). Karena itu aliran ini disebut juga gerakan psikologis dalam pendidikan. Pendidikan adalah suatu proses perkembangan yang berlangsung dalam setiap individu. Proses ini merupakan hasil dari aktivitas dan reaksinya terhadap lingkungan (Pidarta, 2013: 116). Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Petalozzi, Johann Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel di Jerman dan Stanley Hall di Amerika Serikat. Intisari konsep pendidikan yang dikemangkan oleh aliran ini adalah:
§  Mengaktualisasikan semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial manusia.
§  Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak yang melalui observasi dan eksperimen
§  Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik (marture).
§  Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan pengembangan pendidikan universal

2.2.   SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
2.2.1.      Pendidikan Pada Zaman Hindu – Budha
Pendidikan pada masa ini masih bersifat ekslusif. Dimana lembaga pendidikan yang ada pada zaman ini tidak dapat menyentuh rakyat biasa, karena memang hanya untuk keluarga raja atau pendeta saja. Rakyat biasa sama sekali tidak dapat mengecam pendidikan formal.
2.2.2.      Pendidikan Pada Zaman Permulaan Agama Islam
Berbeda dengan agama Hindu dan Budha, agama Islam menyiarkan pendidikan agamanya mulai dari bawah, dari rakyat biasa. Para ulama sangat dekat dengan rakyat biasa. Mereka bisa hidup bersama dengan rakya biasa. Bentuk pendidikan agama Islam ada 3 macam, yaitu model pembelajaran di Langgar, Pesantren, Madrasah.
§  Langgar merupakan tempat pendidikan agama Islam permulaan. Pembelajarannya mengutamakan membaca dan menulis huruf Arab. Isi kitab hanya disinggung sedikit dan diberikan secara implisit di dalam mengajar menulis dan membaca.
§  Pendidikan di Pesantren memiliki bentuk yang khas di Indonesia. Sampai sekarang sistem ini masih dipakai. Pola pembelajarannya melalui sistem asrama atau pondok, di mana guru dan murid tinggal bersama-sama dalam asrama. Pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang, yaitu agama, ilmu pengetahuan dan ketrampilan.
§  Pendidikan Madrasah lebih menekankan pada pemberian ilmu pengetahuan umum di samping pelajaran agama. Pendidikan di Madrasah diatur berjenjang, yaitu Bustanul (TK), Ibtidayah (SD), Tsanawiyah (SMP), Aliyah (SMA).
 2.2.3.      Pendidikan Pada Masa Perjuangan Bangsa
2.2.3.1. Zaman Portugis dan Spanyol di Indonesia
Kedatangan bangsa Portugis dan Spanyol ke Indonesia selain untuk berdagang juga bertujuan untuk menyebarkan agama Katholik. Untuk menyebarkan agama Katholik ini didatangkan para misionaris ke Indonesia. Untuk mencapai tujuannya para misionaris ini kemudian mendirikan sekolah berbasis agama Katholik.
Pada tahun 1536 di Ternate didirikan sekolah seminari, suatu sekolah yang mendidik calon-calon misionaris/ pekerja agama. Sekolah seminari juga didirikan di Pulau Solor. Banyak anak-anak Indonesia yang masuk sekolah ini.
2.2.3.2. Zaman Penjajahan Belanda
Pada waktu pemerintahan Hindia Belanda mulai dijalankan, pendidikan bagi bangsa Indonesia belum baik. Deandels yang menjabat sebagai Gubernur Hindia Belanda menetapkan anggaran belanja untuk pengajaran bagi orang-orang Indonesia. Adanya pengajaran ini pada prinsipnya untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan di kantor-kantor administrasi di bawah pemerintahan Hindia Belanda.  Adapun beberapa sekolah pada zaman Hindia Belanda adalah sebagai berikut.
a.  Sekolah Kelas Satu yang pada tahun 1914 berubah nama menjadi HIS (Holland Inlandse School) yaitu sekolah rendah yang diperuntukkan bagi anak-anak pemuka atau tokoh masyarakat, pegawai pemerintah atau orang-orang Bumi Putera yang terhormat lainnya.
b.  Sekolah Kelas Dua (De Sholen der tweede klase) yaitu sekolah rendah bagi anak-anak Bumi Putera pada umumnya.
c.  Sekolah Desa (Volgschool) yaitu sekolah yang lebih rendah sekolah kelas 1 dan kelas 2, materi pelajarannya hanya sebatas membaca, menulis dan berhitung sederhana. Tamatan sekolah ini tidak dapat diterima menjadi pegawai.
d.  ELS (Europese Lagere School) yaitu sekolah yang diperuntukkan khusus bagi anak-anak Belanda.
e.   MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yaitu sekolah lanjutan dari sekolah rendah yang berbahasa pengantar Belanda untuk golongan Bumi Putera dan Timur Asing.
f.   AMS (Algemene Middlebareschool) yaitu sekolah lanjutan dari MULO yang setingkat SMA.
g.   HBS (Hoogere Burger School), merupakan kelanjutan sekolah ELS dan hanya diperuntukkan untuk anak-anak Belanda.
h.  GHS (Geneskundige Hoge School) merupakan sekolah tinggi kedokteran yang didirikan pada tahun 1928 merupakan gabungan dari dua sekolah kedokteran yang telah ada sebelumnya yaitu STOVIA, NIAS. 
Berkembangnya beberapa sekolah pada waktu itu tidak memberikan perbaikan pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia, karena tujuan pendidikannya sendiri tidak pernah dinyatakan dengan tegas dan jelas, dan adanya sekolah-sekolah ini semata-mata hanya untuk kepentingan bangsa Belanda. Namun keuntungan yang dapat dirasakan ialah lahirnya tokoh-tokoh pergerakan nasional yang pada akhirnya ikut berperan serta dalam pembangunan pendidikan dengan tujuan memperjuangkan nasib bangsanya. Beberapa tokoh pergerakan nasional yang memiliki peran penting dalam pendidikan pada masa perjuangan adalah:
a.      Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 25 Februari 1889. Ajaran Ki Hajar Dewantara yang masih dipakai hingga saat ini adalah  ing ngarso sung tulado, ing madya mangun karso, tut wuri handayani yang bermakna “ seorang guru hendaknya memberi teladan yang baik kepada muridnya, guru harus terus berinovasi dalam pembelajaran dan pendidik sendiri harus dapat membangkitkan motivasi dan mendorong anak didiknya untuk berkarya dan berprestasi. Beliau merupakan tokoh yang mendirikan lembaga pendidikan kebangsaan yang terkenal dengan nama Taman Siswa (1992). Taman Siswa sendiri lahir sebagai reaksi terhadap sistem pendidikan kolonial yang berat sebelah.
Sukardjo (2010: 89) menyatakan tujuan dirikannya Taman Siswa adalah:
a.  Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai.
b.  Membangun anak didik menjadi manusia merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yangberguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.

Konsepsi Taman siswa dalam penyelenggaraan sistem pendidikan menurut Suryosubroto (2010: 32) adalah:
a.  Taman Indria (Taman Kanak-Kanak)
b.  Taman Muda (Sekolah rendah/ dasar)
c.  Taman Dewasa (setingkat SMP)
d.  Taman Madya/ Taman Dewasa raya (setingkat SMA)
e.  Taman Guru (mendidik calon guru Taman Muda dan Taman Dewasa)
f.  Taman Pra Sarjana (sekolah persiapan calon guru Taman Dewasa Raya)

b.      Mohammad Syafei
Mohammad Syafei adalah seorang berdarah Minang yang dilahirkan di Kalimantan Barat pada tahun 1895. Syafei mendirikan sebuah sekolah yang kemudian dikenal dengan nama INS (Indonesische Nederlandshe School). Tujuan utama didirikannya INS adalah untuk mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka (Sukardjo, 2010: 101).
Soemanto (1983: 74) menyatakan dasar pendidikan di INS adalah:
-  Berpikir secara rasional dan logis
-  Kebutuhan masyarakat
-  Mendidik para pemuda agar menjadi orang berguna untuk kemajuan masyarakat.
-  Menanamkan kepercayaan terhadap dirinya sendiri dan berani bertanggung jawab.

c.       KH. Ahmad Dahlan
KH. Ahmad Dahlan lahir di kampung Kauman, Yogyakarta pada tahun 1868. Ahmad Dahlan merupakan salah seorang pengurus Kauman dan komisaris dalam kepengurusan Budi Utomo cabang Yogyakarta. Pada tahun 1911 Ahmad Dahlan resmi mendirikan sekolah yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Dalam perjalanannya menjalankan sekolah ini Ahmad Dahlan dibantu dengan para pengurus organisasi Budi Utomo Cabang Yogyakarta, mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Muhammadiyah pada tahun 1912.  
Menurut anggaran dasar yang diajukan kepada pemerintah Hindia Belanda pada waktu pendirian, Muhammadiyah merupakan organisasi yang bertujuan menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi putera di Jawa dan Madura serta memajukan pengetahuan agama para anggotanya.
2.2.3.3. Zaman Penjajahan Jepang
Pendidikan di periode pada saat pendudukan Jepang memiliki tujuan yang berbeda dengan tujuan pendidikan penjajahan Belanda. Tujuan utama pendidikan pada saat pendudukan Jepang adalah untuk memenangkan perang. Oleh karena itu Jepang membuat semboyan “Asia untuk bangsa Asia”. Selain itu untuk memenangkan perang, tujuan pendidikan pada saat itu adalah untuk menyediakan tenaga kasar dan prajurit secara Cuma-Cuma. Pada saat penjajahan jepang diadakan latihan militer untuk para pelajar yang dikenal dengan Keibodan.
Soemanto (1983: 51) menyatakan sistem pendidikan pada masa penjajahan Jepang banyak berbeda dengan Belanda, yaitu:
-  Sekolah Dasar, bersifat terbuka untuk semua golongan penduduk dan lama pendidikannya selama 6 tahun
-  Sekolah menengah dibagi menjadi dua, yaitu menangah pertama (SMP) dan Menengah Atas (SMA), masing-masing lama pendidikan 3 tahun.
-  Pendidikan kejuruan, yaitu sekolah pertukangan dan sekolah teknik menengah.
-  Sekolah guru banyak didirikan yang bertujuan menyiapkan calon-calon guru yang bertugas mengajar dan menanamkan ideologi dan semangat jepang kepada anak-anak Indonesia.

Beberapa segi positif zaman pendudukan Jepang terhadap pendidikan bangsa antara lain:
-  Pendidikan militer yang diberikan pemerintah Jepang secara tidak langsung memberi bekal kepada para pejuang bangsa dalam bidang keprajuritan untuk mewujudnkan cita-cita mereka.
-  Menghapus dualisme pendidikan penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi setiap orang.
-  Pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan untuk digunakan di lembaga pendidikan, kantor-kantor dan pergaulan sehari-hari.

2.2.4.      Masa Pembangunan
Setelah Indonesia merdeka, terutama ketika gangguan dan masalah politik dalam negeri mulai reda, maka pembangunan di segala bidang mulai dilaksanakan. Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut maka dikembangkan rumusan-rumusan kebijakan di bidang pendidikan.
Didalam rumusan-rumusan kebijakan pokok pembangunan pendidikan selama PJP I terdapat beberapa kebijakan yang terus menerus dikemukakan, yaitu: 1) relevansi pendidikan, 2) pemerataan pendidikan, 3) peningkatan mutu guru atau tenaga kependidikan, 4) mutu pendidikan, dan 5) pendidikan kejuruan. Kurikulum Pendidikan dalam PJP I telah dilakukan 4 kali perubahan kurikulum pendidikan (sekolah), yaitu dikenal sebagai: Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, dan Kurikulum 1984, 1994.
Menurut Pidarta (2013: 143) kondisi pendidikan dalam masa pembangunan dapat disimpulkan, sebagai berikut:
-  Pemerintah belum menunjukkan political will yang kuat untuk memperbaiki pendidikan
-  Tanggung jawab bersama antar keluarga, masyarakat, dan pemeriantah dalam bidang pendidikan belum terealisasi secara menyeluruh
-  Sulit menemukan tokoh pemikir dalam bidang pendidikan yang konsep-konsepnya tidak sejalan dengan keinginan penguasa
-  Konsep-konsep inovasi pendidikan bersumber dari dunia Barat, sehingga banyak kali gagal
-  Kebijakan link anda match untuk membentuk pelayan pabrik dan perdagangan serta jasa
-  Penanaman nilai budaya dan agama tidak cukup melalui studi tertentu, melainkan harus diintegrasikan dalam semua bidang studi
-  Sekolah menengah umum lebih banyak daripada sekolah kejuruan, hal ini tidak sesuai dengan kebutuhan hidup di masayarakat
-  Pendidikan belum berintikan pada kemajuan ilmu dan teknologi sebagai sumber budaya zaman global
-  Masih banyak sekali orang Indonesia yang belum berwawasan pada abad ke-21
-  Masyarakat lamban melakukan transformasi sosial untuk beradaptasi dengan era global
-  Pendidikan secara kuantitatif cukup berhasil
-  Pendidikan secara kualitatif masih jauh tertinggal
-  Muncul perilaku-perilaku negatif seperti kenakalan remaja, kolusi dan korupsi
-  Hasil-hasil pembangunan yang menonjol ialah kesadaran beragama, persatuan dan kesatuan serta pertumbuhan ekonomi.

2.2.5.      Masa Reformasi
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka ingunkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan. Tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyampaikan pendapatnya. Maraknya gerakan reformasi menyebabkan tumbangnya kekuasaan orde baru. Implikasi dari peristiwa itu dapat dirasakan pada seluruh aspek kehidupan bernegara, termasuk bidang pendidikan. Dengan di berlakukannya UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 maka sistem penyelengaraan pendidikan berubah ke otonomi pendidikan. Desentralisasi kekuasaan yang menitik beratkan pada partisipasi rakyat menuntut tersedianya tenaga-tenaga terampil dalam jumlah dan kualitas yang tnggi serta pemberdayaan lembaga-lembaga sosial di daerah termasuk dalam bidang pendidikan. Desentralisasi penyelenggaraan pendidikan di daerah akan memberikan implikasi langsung dalam penyusunan kurikulum yang dewasa ini sangat sentalistis. Disamping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Pada masa reformasi telah terjadi tiga kali pergantian kurikulum yaitu, kurikulum 2004, kurikulum 2006 dan kurikulum 2013.

 
BAB III
PENUTUP

3.         KESIMPULAN
Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan yang kita miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yangtumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa kita pada masa lampau. Pembahasantentang landasan sejarah di atas memberi implikasi konsep-konsep pendidikansebagai berikut:
§  Tujuan pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam potensi peserta didik. Serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis. Tujuan pendidikan juga diarahkan untuk pengembangkan segala aspek pribadi yang terdapat dalam individu peserta didik, baik dalam aspek keagamaan ataupun kemandirian. Dengan mengetahui landasan sejarah pendidikan kita dapat mengetahui betapa pentingnya konsep tujuan dari pendidikan yang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
§  Proses Pendidikan terutama proses belajar- mengajar dan materi pelajaran harus disesuaikan denagn tingkat perkembangan peserta didik, melaksanakan metode global untuk pelajaran bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama siwa dalam pembelajaran, menegmbangkan pelajaran dalam lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam pendidikan, serat pengembangan ilmu dan teknologi.
§  Pendidikan agama, nilai-nilai kebudayaan dan semangat cinta tanah air harus diintensifkan
§  Demokratisasi dalam pendidikan, semua anak mendapat hak yang sama untuk belajar
§  Pendidikan pada era globalisasi haruslah berintikan pada pengembangan ilmu dan teknologi
§  Inovasi harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia, bukan berdasarkan konsep-konsep dari dunia Barat. Sejumlah inovasi diharapkan bermuara pada terbentuknya konsep atau teori pendidikan yang bercirikan pendidikan
§  Kebudayaan nasional harus dimajukan, karena kebudayaan nasional yang merupakan puncak-puncak budaya daerah harus menjadi identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya global.

 
DAFTAR RUJUKAN

Pidarta, Made. 2014. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Kependidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto, Ngalim M. 2007. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Soemanto, W. & Soeyarno, FX. 1983. Landasan Historis Pendidikan Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional.
Sukardjo, M. & Komarudin, U. 2010. Landasan Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.
Suryosubroto, B. 2010. Beberapa Aspek Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.