Syilvi Indrayani

Love to Teach

TSUNAMI...



Kita pasti belom lupa lah pastinya dengan bencana tsunami maha dahsyat yang menimpa Aceh dan beberapa negara Asia lainnya tahun 2004. Mungkin udah banyak foto-foto dan video yang merekam kejadian tsunami yang luar biasa itu. Dan pastinya gak terbayangkanlah gimana rasanya kalo kejadian serupa bakal terulang lagi,, hmmm.. Naudzubillah,,,
 And by the way,, bicara masalah tsunami, beberapa hari yang lalu aku sempat nonton siaran dokumenter di channel History yang menayangkan tentang Tsunami di Jepang tahun 2011 yang lalu. Dan ternyata yang terjadi di Jepang itu gak kalah dahsyatnya dengan yang pernah ada dan terjadi di Aceh.. (sambil nonton cuma bisa ngucap  SUBHANALLAH,, Allah maha besar, dan maha hebat). Tapi yang buat aku tambah merinding adalah karena film dokumenter ini ternyata bener-bener terekam kamera nyaris dari awal sampai akhir bencana, dan tergambarkanlah betapa kengerian dan kedahsyatan Allah swt ketika murka memang membuat manusia sama sekali gak ada daya. Bayangkan aja Jepang dari 50 tahun yang lalu udah mempersiapkan segala macam persiapan untuk penanggulan bencana tsunami, dari jalur penyelamatan, pembangunan tanggul tinggi di laut yang tingginya dikira mampu menahan tsunami, sampe' tempat evakuasi yang awalnya diperkirakan bakalan mampu menampung warga untuk selamat dan aman dari tsunami. Tapi faktanya... semuanya kalah dengan kekuasaan-Nya,, Allahu Akbar..  :'(
Nah,, buat yang ingin lihat kuasa maha dahsyat itu,, ini nih videonya..




Anda Guru....???
Nah siap dan bersiaplah untuk menghadapi sistem penilaian kinerja yang baru. Karna berdasarkan peraturan yang baru para tenaga pendidik khususnya guru  akan dinilai dengan sistem perhitungan angka kredit yang ter-baru juga.

Dasar hukumnya sendiri adalah:
  • Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 (Sisdiknas)
  • Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 (Guru dan Dosen)
  • Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 (SNP)
  • Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 (Guru)  

 Manfaat dari PKG itu sendiri adalah:
  • Penilaian kinerja guru merupakan penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karier kepangkatan danj abatannya.
  • (PermennegPAN & RB No. 16/2009)
  • —PK Guru menjamin bahwa guru melaksanakanp ekerjaannya secara profesional —
Jadi.. berdasarkan pepatah zaman Belanda, "Tak kenal maka tak sayang",, 
So.. ini nih contoh Instrumen PK Guru dan Format Penilaian Kinerja Guru yang baru,, 
Just Check it out,,!




Sebelkah dengan tulisan "diberdayakan oleh Blogger" pada blogmu..?
Nah setelah browsing si mbah google ketemu artikel tentang ini,,
Nih dia caranya..

  • Pertama-tama udah pasti kita harus login dululah ya.. :D
  • Terus masuk ke TEMPLATE  ---> klik EDIT HTML
  • Setelahnya centang "Expand Template Widget"
  •  Cari kode ]]></b:skin, atau tekan Ctrl+f untuk memudahkan pencarian
  •  Copy kode dibawah ini dan letakkan tepat diatas kode ]]></b:skin :


 #Attribution1 {
height:0px;
visibility:hidden;
display:none
}

  • Klik SIMPAN TEMPLATE

~Tadaaa..... Tulisan "Diberdayakan oleh blogger" pada blog kita hilang sudahhh.... :D 


Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.

Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkimpoianku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku.
Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera.

Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu., dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”

Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

(Reposted From
kaskus)

Kehidupan pernikahan kami awalnya baik-baik saja menurutku.Meskipun menjelang pernikahan selalu terjadi konflik, tapi setelah menikah Angga tampak baik dan lebih menuruti apa mauku.
Kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan pergi ke kantornya bekerja sampai subuh, baru pulang ke rumah, mandi, kemudian mengantar anak kami sekolah. Tidurnya sangat sedikit, makannyapun sedikit. Aku pikir dia Workaholic.
Dia menciumku maksimal dua kali sehari, pagi menjelang kerja, dan saat dia pulang kerja, itupun kalau aku masih bangun. Karna waktu pacaran dia tidak pernah romantis, aku pikir memang dia tidak romantis, dan tidak memerlukan hal-hal seperti itu sebagai ungkapan sayang.
Kami jarang ngobrol sampai malam, kami jarang pergi nonton berdua, bahkan makan malam berduapun hampir tidak pernah. Kalau kami makan di meja makan berdua, kami asyik sendiri dengan sendok garpu kami, bukan obrolan yang terdengar, hanya denting piring yang beradu dengan sendok garpu.
Kalau hari libur dia lebih sering tiduran di kamar, atau main dengan anak-anak kami, dia jarang sekali tertawa lepas. Karna dia sangat pendiam, aku menyangka dia memang tidak suka tertawa lepas.
Aku mengira rumah tangga kami baik-baik saja selama 8 tahun pernikahan kami. Sampai suatu ketika, disuatu hari yang terik, saat itu suamiku tergolek sakit di rumah sakit, karna jarang makan, dan sering jajan dikantornya, dibanding makan di rumah, dia kena typhoid, dan harus dirawat di rumah sakit, karna sampai terjadi perforasi di ususnya. Pada saat dia masih di ICU, seorang perempuan datang menjenguknya. Dia memperkenalkan diri, bernama Wina, temannya Angga saat dulu kuliah.
Wina tidak secantik aku, dia begitu sederhana, tapi aku tidak pernah melihat mata yang begitu cantik seperti yang dia miliki. Matanya bersinar indah, penuh kehangatan, dan penuh cinta, ketika dia berbicara seakan-akan waktu berhenti berputar dan terpana dengan kalimat-kalimatnya yang ringan dan penuh pesona. Setiap orang, laki-laki maupun perempuan bahkan mungkin serangga yang lewat, akan jatuh cinta begitu mendengar dia bercerita.
Wina tidak pernah kenal dekat dengan Angga selama mereka kuliah dulu. Wina bercerita bahwa Angga sangat pendiam, sehingga jarang punya teman yang akrab. lima bulan lalu mereka bertemu, karna ada pekerjaan kantor mereka yang memepertemukan mereka. Wina yang bekerja di advertising akhirnya bertemu dengan Angga yang sedang membuat iklan untuk perusahaan tempatnya bekerja.
Aku mulai mengingat-ngingat. lima bulan yang lau, ada perubahan yang cukup drastis pada Angga. Setiap mau pergi kerja, dia tersenyum manis padaku, dan dalam sehari bisa mencium lebih dari tiga kali. Dia membelikan aku parfum baru, danmulai sering tertawa lepas. Tapi disaat lain, dia sering termenung di depan computernya, atau termenung memegang HP nya. Kalau aku tanya, dia bilang, ada pekerjaan yang membingungkan.
Suatu saat Wina pernah datang pada saat Angga sakit dan masih di rawat di Rumah Sakit. Aku sedang memegang piring beserta lauknya dengan wajah kesal, karna Angga tidak juga mau aku suapi, Wina masuk kamar, dan menyapa dengan suara riangnya,
"Hai Lanie, kenapa dengan anak sulungmu yang nomor satu ini? tidak mau makan juga? uuh... dasar anak nakal, sini piringnya,". 
lalu Ia terus mengajak Angga bercerita sambil menyuapi Angga, tiba-tiba saja sepiring nasi itu sudah habis ditangannya. Dan........ aku tidak pernah melihat tatapan penuh cinta yang terpancar dari mata suamiku, seperti siang itu, tidak pernah seumur hidupku yang aku lalui bersamanya, tidak pernah sedetikpun !

Hatiku terasa sakit, lebih sakit dari ketika dia membalikkan tubuhnya membelakangi aku saat aku memeluknya dan berharap dia mencumbuku. Lebih sakit dari setelah operasi caesar ketika aku melahirkan anaknya. Lebih sakit dari rasa sakit, ketika dia tidak mau memakan masakan yang aku buat dengan susah payah. Lebih sakit dari ketika dia tidak pulang ke rumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin. Lebih sakit dari rasa sakit ketika dia lebih suka mencumbu computernya dibanding aku.

Tapi aku tidak pernah bisa marah setiap melihat perempuan itu. Wina begitu manis, dia bisa hadir tiba-tiba, membawakan donat buat anak-anak, dan membawakan eggroll kesukaanku. Dia mengajakku jalan-jalan, kadang mengajakku nonton. Kali lain, dia datang bersama suami dan kedua anaknya yang lucu-lucu. Aku tidak pernah bertanya, apakah suamiku mencintai perempuan berhati bidadari itu? Karna tanpa bertanyapun aku sudah tahu, apa yang bergejolak dihatinya.

Suatu sore, mendung begitu menyelimuti Jakarta. Aku tidak pernah menyangka, hatikupun akan mendung. Bahkan gerimis kemudian. Anak sulungku, seorang anak perempuan cantik berusia 7 tahun, rambutnya keriting ikal dan cerdasnya sama seperti Ayahnya. Dia berhasil membuka Password Email Papanya dan memanggilku. "Mama, mau liat surat Papa buat Tante Wina?".
Aku tertegun memandangnya, dan membaca surat elektronik itu.

Dear Wina,
Kehadiranmu bagai beribu bintang gemerlapyang mengisi seluruh relung hatiku, aku tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti ini, Bahkan pada Lanie. Aku mencintai Lanie karna kondisi yang mengharuskan aku mencintainya, karna dia Ibu dari anak-anakku.
Ketika aku menikahinya, aku tetap tidak tahu apakah aku sungguh-sungguh mencintainya. Tidak ada perasaan bergetar seperti ketika aku memandangmu, tidak ada perasaan rindu yang tidak pernah padam ketika aku tidak menjumpainya. Aku hanya tidak ingin menyakiti perasaannya. Ketika konflik-konflik terjadi saat kami pacaran dulu, aku sebenarnya kecewa. Tapi, aku tidak sanggup mengatakan padanya bahwa dia bukanlahperempuan yang aku cari untuk mengisi kekosongan hatiku. Hatiku tetap terasa hampa, meskipun aku menikahinya.

Aku tidak tahu bagaimana cara menumbuhkan cinta untuknya, seperti ketika cinta untukmu tumbuh secara alami. Seperti pohon-pohon beringin yang tumbuh kokoh tanpa pernah mendapat siraman dari pemiliknya. Seperti pepohonan di hutan belantara yang tidak pernah minta disirami, namun tumbuh dengan lebat secara alami. Itu yang aku rasakan.

Aku tidak akan pernah bisa memilikimu, karna kau sudah jadi milik orang lain dan aku adalah laki-laki yang sangat memegang komitmen pernikahan kami. Meskipun hatiku terasa hampa, itu tidaklah mengapa asal aku bisa melihat Lanie bahagia dan tertawa. Dia bisa mendapatkan segala yang Ia inginkan selama aku mampu. Dia boleh mendapatkan seluruh harta dan tubuhku, tapi tidak jiwaku dan cintaku, yang hanya aku berikan untukmu. Meskipun ada tembok yang menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau mengerti, You are the only one in my heart.

Yours,
Angga

Mataku terasa panas. Alika, anak sulungku memeluk erat. Meskipun baru berusia 7 tahun, dia adalah malaikat jelitaku yang sangat mengerti dan menyayangiku.
Suamiku tidak pernah mencintaiku. Dia tidak pernah bahagia bersamaku. Dia mencintai perempuan lain.
Aku mengumpulkan kekuatanku. Sejak itu, aku selalu menulis surat untuk suamiku. Surat itu aku simpan diamplop, dan aku letakkan dilemari bajuku, tidak pernah aku berikan untuknya.

Mobil yang dia berikan untukku, aku kembalikan padanya. Aku mengumpulkan tabunganku yang kusisakan dari uang belanja, lalu aku belikan motor untuk mengantar dan menjemput anak-anakku. Angga merasa heran. karna aku tidak pernah lagi manja dan minta dibelikan macam-macam merk tas dan baju. Aku terpuruk dalam kehancuranku. Aku dulu memintanya menikahiku, karna aku malu terlalu lama pacaran. Sedangkan teman-temanku sudah menikah semua. Ternyata dia memang tidak pernah menginginkan aku jadi istrinya.

Betapa tidak berharganya aku. Tidakkah dia juga tahu bahwa aku seorang perempuan yang berhak mendapatkan kasih sayang dari suaminya? kenapa dia tidak katakan saja bahwa dia tidak mencintai aku dan tidak menginginkan aku? itu lebih aku hargai dari pada dia cuma diam dan mengangguk dan melamarku, lalu menikahiku. Betapa malangnya nasibku. Angga terus menerus sakit-sakitan, dan aku tetap merawatnya dengan setia. Biarlah dia mencintai perempuan itu terus di dalam hatinya. Dengan pura-pura tidak tahu, aku sudah membuatnya bahagia dengan mencintai perempuan itu. Kebahagiaan Angga adalah kebahagiaaku juga. Karna aku akan selalu mencintainya.

***********************

Setahun kemudian..........
Wina membuka amplop-amplop surat itu dengann air mata berlinang. Tanah pemakaman itu masih basah merah dan masih dipenuhi bunga.

"Angga, suamiku........
Aku tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja dikantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu yang pendiam dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku begitu mencintamu, dna begitu possesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku sering marah, ketika kamu asyik bekerja dan tidak memepedulikan aku. Aku merasa diatas angin ketika kamu hanya diam dan memenuhi keinginanku. Aku pikir, aku si Putri cantik yang diinginkan banyak Pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terllau mencintaiku sehingga mau melakukan apa saja untukku.
Ternyata, aku keliru. Aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika aku membanting hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya menyukaimu. Aku melihat matamu begitu terluka. ketika berkata, "Kenapa Lanie? kenapa kamu mesti cemburu? dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi istriku". 
Aku tidak peduli, dan berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya.
Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita sempurna yang engkau inginkan.

Istrimu,
Lanie.

Disurat yang lain,
".....kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin es. Engkau mulai terasa hangat. Namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari matamu untukku, sepertinya aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari kedua bola matamu saat memandang Wina...."

Disurat yang kesekian,
"......Aku bersumpah, akan membuatmu jatuh cinta padaku. Aku telah berubah Angga. Engkau lihatkan, aku tidak lagi marah-marah padamu, aku tidak lagi suka membanting-banting barang dan berteriak ketika emosi. Aku belajar masak, dan selalu membuatkan masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan suka menabung. Aku tidak lagi suka bertengkar dengan Ibumu. Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang ke rumah. Dan aku selalu menelponmu, untuk menanyakan, sudahkah kekasih hatiku makan siang? Aku merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku menungguimu sampai tertidur disamping tempat tidurmu, di rumah sakit saat engkau di rawat, karna penyakit pencernaanmu yang selalu bermasalah..........
Meskipun belum terbit juga, sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap berusaha menantinya.

Wina menghapus air mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya. dipeluknya Alika yang tersedu-sedu disampingnya.

Disurat terakhir. Pagi ini,
"......... hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke 9. Tahun lalu engkau tidak pulang ke rumah, tapi tahun ini aku akan memksamu pulang, karna hari ini aku akan masak, masakan yang paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya di rumah Bude Tati, sampai kehujanan dan basah kuyup, karna waktu pulang hujannya deras sekali, dan aku hanya mengendarai motor.
saat aku tiba di rumah kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran dimatamu. Engkau memelukku dan menyuruhku cepat ganti baju agar tidak sakit.
Tahukah engkau suamiku, Selama hampir 15 tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun kita menikah, baru kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu. inikah tanda-tanda cinta mulai bersemi dihatimu?

Alika menatap Wina dan kemudian bercerita,
"Siang itu Mama menjemputku dengan motornya, dari jauh aku melihat keceriaan diwajah Mama. Dia terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Aku tidak pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari Mama seperti siang itu. Dia begitu cantik. Meskipun dulu sering marah-marah kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya.
Mama memarkir motornya disebrang jalan. Ketika Mama menyebrang jalan, tiba-tiba mobil itu lewat dengan kecepatan tinggi. Aku tidak sanggup melihatnya terlontar.
Tante, aku melihatnya masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak".

Alika memeluk Wina dan terisak-isak. Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk merasakan sakit dihatinya, tapi dia sangat dewasa.
Wina mengeluarkan selembar kertas yang ia print tadi pagi...
"Angga mengirim email lagi tadi malam, dan tadinya aku ingin Lanie membacanya".

Dear Wina,
Selama setahun ini aku mulai merasakan Lanie berbeda, dia tidak lagi marah-marah dan selalu berusaha menyenangkan hatiku. dan tadi, dia pulang dengan tubuh basah kuyup karna kehujanan, aku snagat khawatir dan memluknya. Tiba-tiba, aku baru menyadari betapa beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai bergetar. Inikah tanda-tanda aku mulai mencintainya?
Aku terus berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Wina. dan besok aku akan memberikan surprise untuknya. Aku akan membelikan mobil mungil untuknya, supaya dia tidak lagi naik motor ke mana-mana. Bukan karna dia Ibu dari anak-anakku, tapi karna dia belahan jiwaku".

Wina menatap Angga yang semakin ringkih, yang masih terduduk disamping nisan Lanie. Diwajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi Angga. Kadang kita baru menyadari mencintai seseorang, ketika sesorang itu telah pergi meninggalkan kita.


(Reposted From STRAWBERRY)

Ketika bertemu dengan sosok itu,,
tetap gak tau harus punya perasaan yang seperti apa,,
harus marahkah, karena belum bisa melupakan kesalahan2 nya?
sedihkah, karena melihat kegagalan nasibnya yang sekarang?
atau malah gembira karena ternyata masih bisa melepas kerinduan melihat wajahnya?

ada kalimat bijak yang mengatakan,.
"Memaafkan adalah memberikan sedikit ruang di hati untuk rasa benci"
tapi ya Tuhan, ketika Engkau pun masih sangat Maha pemurah dalam memaafkan, entah kenapa hamba Mu ini tetap jadi manusia lemah yang masih penuh dengan amarah dan benci.
entahlah, perasaan apa yang hinggap malam ini setelah melihat wajah itu kembali.
semakin tegas aku berkata dia bukan siapa-siapa, tetap makin tegas hati berkata dia sebagian nyawaku..
semakin jauh aku ingin menghindar, seolah-olah semakin dekat dia di benak ku..
tapi entah mengapa, tetap sulit menutup sedikit ruang di hati untuk mengatasi rasa benci terhadap dia..

Ya Allah, kalau hamba boleh meminta,, berikanlah gembok yang kokoh untuk hati hamba agar ruang benci itu tetap tertutup dan tidak akan terbuka lagi,,
karena dia.. seburuk apapun dia.. tetap ingin hamba hormati..



Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : "Makanlah nak, aku tidak lapar" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk di sampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata :"Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu tersenyum dan berkata :"Cepatlah tidur nak, aku tidak capek" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi menandakan ujian sudah selesai, Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : "Minumlah nak, aku tidak haus!" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : "Saya punya duit" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku "Aku tidak terbiasa" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : "Jangan menangis anakku, aku tidak kesakitan" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : " Terima kasih ibu ! " Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah.
Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi. Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari.


(Mom,, How I Love u so....)

Bicara masalah kurikulum baru memang gak ada habisnya, tapi... kalau kita bicarain kurikulum saat ini yang akan segera di-apkir-pun sepertinya lebih gak ada habisnya kali ya.. Terutama mengenai hal penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal atau yang ngetren disebut dengan KKM! Kenapa..? Karena memang dari awal KKM itu lahir sampai dengan sekarang ini masalah aturan penentuan KKM ini masih aja sering jadi bahan argumentasi. Hal tersebut mungkin disebabkan karena gak sedikit guru atau pelaku pendidikan yang masih keliru dalam menetapkan nilai KKM itu. Nah kali ini ni,, aku mau share cara menghitung dan menentukan nilai KKM mata pelajaran. Check it out,,!!


RAMBU-RAMBU

  • KKM ditetapkanpadaawaltahunpelajaran
  • KKM ditetapkanoleh forum MGMP sekolah
  • Nilai KKM dinyatakandalambentukbilanganbulatdenganrentang 0 – 100
  • Nilaiketuntasanbelajarmaksimaladalah 100
  • Sekolahdapatmenetapkan KKM dibawahnilaiketuntasanbelajarmaksimal
  • Nilai KKM harusdicantumkandalam LHBS 

MEKANISME/LANGKAH-LANGKAH

 




KRITERIA PENETAPAN KKM
Kompleksitas (Kesulitan & Kerumitan)
Daya dukung
Intake siswa

MENAFSIRKAN KRITERIA MENJADI NILAI  
 
 
 
 

Nah biar lebih jelas nihh aku kasih contoh file KKM yang udah jadi...

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.